Oleh: Fredik Lusi
Tidak ada satu orang pun yang ingin disebut gagal, semua orang ingin sukses. Tulisan berikut adalah meninjau tentang kesuksesan dalam hal kehidupan melayani Tuhan. Banyak orang melayani Tuhan ingin dikategorikan sebagai pelayan yang sukses atau berhasil. Ada yang mungkin tidak setuju dengan pendapat ini, tapi faktanya memang seperti demikian, karena sukses di sini adalah mengenai soal seseorang menjadi puas atas apa yang sudah di capai, di mana penilaiannya berdasarkan opini dari diri sendiri atau orang lain kepada kita.
Saya sudah mengatakan bahwa di dalam pelayanan gereja pun seringkali orang mau di kategorikan sukses, apa buktinya? Coba anda tanyakan kepada mereka yang baru selesai mengadakan sebuah acara atau kepada panitia sebuah acara gereja, biasanya mereka punya target jumlah peserta dan keindahan penampilan acara tersebut, mungkin tarian atau drama atau nyanyian. Ketika jumlah kehadiran "pengunjung" itu tercapai atau acara itu telah berjalan sesuai dengan rencana dan mendapat sambutan yang bagus dari "penonton" maka cenderung mereka atau orang yang melihat akan berkata acara tersebut telah sukses. Merekapun saling bersalaman dan saling mengatakan rasa puas atas keberhasilan yang sudah diperoleh. Benarkah itu layak disebut kesuksesan dalam melayani Tuhan?
Kesuksesan dalam melayani Tuhan di sebuah gereja tolok ukurnya seringkali terlalu dangkal, karena parameter yang di pakai adalah dari diri sendiri atau kelompoknya. Kita harus memakai sudut pandang yang lain, yaitu dari sisi Tuhan yang dilayani. Ketika melayani Tuhan, maka Dia adalah subyek dari pelayanan. Sebagai subyek maka Dia yang berotoritas. Kita yang melayani adalah obyeknya, sebagai obyek tidaklah berhak untuk berganti posisi menjadi subyek. Jadi beginilah seharusnya tentang penilaian dari sebuah pelayanan:
PERTAMA, siapa yang harus menjadi penilai keberhasilan kita dalam melayani Tuhan? Maka jawabannya adalah Tuhan, dalam perumpamaan talenta jelas sekali bahwa yang mengatakan pekerjaan itu berhasil adalah Tuannya. Orang-orang yang diberikan talenta itu hanya mengusahakan, kemudian menyerahkan hasilnya kepada Tuannya. Setelah Tuannya melihat hasil pekerjaan si hamba maka keluarlah sebuah penilaian. Bagi yang berhasil baik maka si Tuan memuji hambanya, sedangkan yang tidak baik selain tidak dipuji juga dihukum. Jadi di sini kita tidak berhak untuk meng-klaim bahwa sebuah pelayanan itu sudah sukses, karena kita bukan Tuhan. (Matius 25:14-30)
KEDUA, untuk siapa kita melayani Tuhan? Jawabannya pasti untuk Tuhan, jadi sebuah pelayanan di sebut sukses apabila membawa akibat yang tertuju kepada Tuhan. Kita ambil contoh: seorang menyanyi dengan sangat indah, selesai menyanyi orang yang menonton memuji, jika si penyanyi selesai menyanyi hanya puas atas pujian dari penampilannya, dia tidak mengembalikan pujian itu untuk Tuhan dan pendengar juga hanya puas atas lagu yang di dengarnya tanpa ada perubahan hidup karena lagu tersebut maka pelayanan tersebut adalah gagal. Persoalan ini sangat penting dan serius untuk kita pahami. Pelayanan gereja bukan tentang pendetanya, bukan tentang kemegahan acaranya, bukan tentang jumlah pesertanya, bukan tentang nyanyiannya tetapi adalah tentang Tuhan. Pada saat Tuhan tidak disertakan maka semegah apapun dan seagung apapun pekerjaan itu adalah sia-sia. Kitab Markus mencatat tentang seorang wanita yang memakai minyak Narwastu untuk mengurapi Yesus, dan itu dicatat sebagai hal yang pantas, mengapa? Karena semua itu ditujukan untuk Tuhan Yesus. Ketika ada orang yang mengatakan itu tindakan yang mubazir, Tuhan tidak membenarkan pendapat tersebut. Tindakan wanita itu bagi orang lain mungkin menjadi terlalu berlebihan, tapi sudut pandang Tuhan tidak sama dengan manusia. Ketika suatu hal dilakukan tertuju kepada Tuhan maka tidak ada yang bisa dikatakan terlalu berlebihan. Tetapi kitapun jangan ceroboh, dengan mengatasnamakan untuk Tuhan maka bisa menggunakan uang gereja untuk sesuatu yang mewah, ini sebuah kesalahan. Tuhan Yesus membenarkan tindakan si wanita karena motivasinya sudah tepat, dilakukan dengan tepat dan untuk hal yang tepat. (Markus 14:3-9)
KETIGA, perubahan apa yang terjadi dari setiap individu yang melayani Tuhan? Saya sering melihat orang yang ketika di atas mimbar terlihat begitu "rohani", berkata dengan tutur kata yang begitu mulia, namun pada saat di bawah mimbar sibuk dengan dirinya sendiri. Seperti Marta melayani Tuhan Yesus, pergi sana-pergi situ tidak mau rendah hati di ajar oleh firman Tuhan. Sering juga kita menemukan anak muda yang ketika melayani Tuhan penuh dengan kata-kata rohani tapi tidak punya sopan santun dalam kehidupan masyarakat. Belum lama ini dalam sebuah retreat, seorang pemudi mengambil makanan yang cukup banyak, makanan itu tidak dihabiskan, dia berkata bahwa sebenarnya sedang diet, betapa mengerikan, sudah tahu bakal makan sedikit lalu mengambil banyak untuk dibuang. Perubahan pada diri sendiri ini menjadi sangat penting bagi yang melayani Tuhan. Jika sudah bertahun-tahun melayani Tuhan tetapi dalam konsep berpikir, apa yang dilakukan, apa yang dikatakan, semuanya itu tidak ada perubahan maka orang seperti itu belum berhasil dalam melayani Tuhan. Melayani Tuhan harus menghasilkan buah Roh. Contoh yang paling sering dan jelas untuk diteladani adalah kisah mengenai Zakheus, ketika dia bertobat maka secara total hidupnya berubah, tujuan hidupnya berubah, cara hidupnya berubah. Zakheus meninggalkan hidupnya yang lama, digantikan dengan yang baru, bahkan ia berani untuk membayar harga kepada orang-orang yang pernah disakitinya. Ada yang memberi penafsiran bahwa mungkin ia menjadi miskin karena membayar ganti rugi kepada orang yang pernah diperasnya, penafsiran ini sangat logis dan sangat menggambarkan betapa ketika kita mau menjadi pengikut Kristus, hidup nya harus berubah total. (Lukas 19:1-10)
KEEMPAT, seseorang berhasil menjadi pelayan Tuhan ketika di akhir hidupnya dia masih setia beriman kepada Dia. Dalam kitab Raja-Raja kita banyak melihat catatan tentang raja yang hidupnya berkenan kepada Tuhan atau tidak berkenan. Penilaian ini dilakukan dari lahir sampai matinya sang raja. Totalitas hidup ini yang dinilai, jangan menilai ketika baru sepertiga, setengah atau tigaperempat bagian dari hidup seseorang. Pelayan yang berhasil akan dinilai pada akhir hidupnya, karena bisa saja setengah bagian bagus lalu dibagian akhir menyangkali imannya. Raja Saul bisa jadi contoh sebagai orang yang gagal dihadapan Tuhan. Ia pada mulanya begitu mulia, menjadi orang yang diurapi Tuhan, sehingga Daud tidak berani untuk membunuhnya. Tapi diakhir hidupnya, memiliki kerohanian yang terus menurun, pada puncaknya ia mati bunuh diri. (1 Samuel 31), sedangkan Daud adalah orang yang berhasil di hadapan Tuhan. Daud tidak selamanya benar dihadapan Tuhan. Diapun pernah berdosa, memiliki keluarga yang berantakan, anaknya mempermalukan dia, tapi hidupnya senantiasa bersama dengan Tuhan. Ketika berdosa, ia datang kepada Tuhan untuk minta pengampunan. Ketika persoalan-persoalan muncul, dia selalu bergantung kepada Tuhan. Maka diakhir hidupnya ia masih setia kepada Tuhan. (2 Samuel 23:1-7, 1 Raja-Raja:2:1-12). Jadi melayani Tuhan adalah persoalan sampai akhir hidup kita. Oleh karenanya sangatlah tidak tepat menanyakan kepada orang Kristen, apakah masih pelayanan? Sepanjang hidup orang kristen haruslah dipakai untuk melayani Tuhan.
Dengan empat sebab yang telah saya sebutkan, maka kita lihat bahwa seharusnya pelayan Tuhan tidak melakukan penilaian terhadap pelayanan yang dilakukan. Jadi ketika melayani Tuhan biarkan itu berjalan tanpa perlu kita memberi penilaian. Tugas kita adalah laksanakan sebuah pelayanan dengan segenap hati, segenap jiwa dan segenap tenaga, kemudian serahkan semuanya dalam doa kepada Tuhan supaya Dia berkenan.
Dengan tidak melakukan penilaian terhadap pelayanan yang sudah dilakukan maka kita akan bisa lebih bersikap rendah hati, tidak menjadi orang yang sombong rohani. Kita pun akan bisa mengontrol diri sehingga tidak merasa lebih superior dibandingkan orang lain. Pada umumnya yang menjadi pemimpin ketika merasa sukses, langsung pula merasa itu adalah karena kerja kerasnya. Saya sering mendengar orang berkata, "Hebat sekarang komisi XYZ, itu karena ada orang A menjadi pengurus.", atau "Karena saya yang mengurus maka semua menjadi beres". Kata-kata yang memuji diri sendiri atau orang-orang tertentu hendaknya tidak diucapkan. Hendaknya yang harus keluar dari mulut kita adalah Tuhan pakailah pelayananku yang sederhana ini, sehingga menjadi luarbiasa karena ada kuasa daripada-MU, biarlah orang-orang melihat bahwa Tuhan memang sepantasnya untuk disembah dan dimuliakan.
0 komentar:
Posting Komentar