Dikutip Oleh:Fredik Lusi
Buku ini lebih laris dari alkitab pada tahun 2003. Sudah diterjemahkan kedalam 8 bahasa utama dan terlaris di Amerika dan Australia. Bisa dikatakan buku ini adalah sebuah world-wide cultural phenomena. Apakah kita perlu menanggapi buku ini? Saya kira perlu sebab ini mengindikasikan situasi dunia dimana kita sedang berada.
Halaman pertama buku ini berjudul fact dengan maksud ingin menindikasikan bahwa fakta yang ada didalam buku ini baik mengenai arsitektur, sejarah dan document alkitab adalah fakta sejarah. Masalahnya, seperti diungkap oleh Ben Witherington III dalam Gospel Code setidaknya terdapat 150 historical errors dalam novel tersebut. Meski buku ini ingin tampil sebagai novel sejarah yang memiliki akurasi data, namun justru ini menjadi blunder bagi buku ini. Namun dalam budaya postmodern sekarang, keakuratan kadang menjadi nomor dua. Daya hipnotis retorika sering lebih berpengaruh dari keakuratan data seseorang. Penampilan lebih menarik dari isi, dan dalam konteks seperti inilah novel ini bisa populer bagi kebanyakan orang. Disamping itu novel ini menawarkan sebuah penjelasan yang bersifat konspirasi yang cocok dengan masyarakat kita yang menyimpan curiga terhadap segala sesuatu yang establish (warisan intelektual Nietzsche). Jadi ketika di tawarkan bahwa Gereja Katolik mungkin menyembunyikan fakta bahwa Yesus sebenarnya menikah dengan Maria Magdalena dan bahwa mereka punya anak yang lagi kuliah di NUS, maka orang-orang bilang, siapa tahu?!
Salah satu dari karakter utama novel ini adalah Robert Landon, Profesor of Religius Symbology dari Harvard. Klaim historical accuracy buku cukup menggelitik mengingat di Harvard tidak ada profesorship seperti itu. Langdon mengatakan bahwa setiap kepercayaan di dunia ini didasarkan kepada fabrication. Artinya Allah dinyatakan lewat metaphor, allegory dan exaggeration, masalah muncul ketika orang mulai percaya secara literal terhadap metaphor ini. Tapi orang-orang yang mengerti dengan baik kepercayaan itu tahu bahwa itu semua hanyalah metaphorical. Namun dibalik pendekatan ini adalah maksud tersembunyi untuk merendahkan pendekatan tradisional dalam memahami injil. Esensi dari presentasi Brown sebenarnya adalah bahwa selama ini kebenaran tentang Yesus telah sekian lama disembunyikan dari kita. Dan sekarang apa yang dulu tersembunyi, akan dinyatakan (lewat buku tersebut).
Sebagai kritik terhadap buku ini, marilah kita mencatat 7 kesalahan sejarah yang fatal yang terdapat dalam buku ini.
Pertama, salah paham mengenai ajaran Gnostik, suatu sekte yang populer di abad kedua masehi. Menurut novel ini, Gospel of Gnostic mencatat tentang Yesus menikah dengan Maria. Tetapi masalahnya, Gnosticism adalah ajaran yang bersifat asketism. Berasal dari kata gnosis yang artinya pengetahuan, sekte ini percaya akan adanya pengetahuan rahasia yang diturunkan melalui secret line kepada mereka. Pengetahuan itu adalah bahwa daging itu jahat dan roh itu baik. Dalam hal ini keinginan-keinginan tubuh, termasuk seks, adalah jahat dan hal-hal rohani itu baik. Masalahnya, kalau sekte ini tahu bahwa Yesus menikah, maka mustahil mereka akan mengikut Yesus. Perkawinan Yesus dan Maria akan dianggap tidak suci. Sekte ini tidak mungkin akan mengusulkan Yesus dan Maria dalam bentuk apapun memiliki relasi yang berhubungan dengan keinginan tubuh dan sex. Karena itu baik di dalam Injil Alkitab dan Injil Gnostik tidak ada bukti bahwa Yesus menikah dengan Maria. Dan jika Yesus tidak menikah dengan Maria maka keseluruhan rekonstruksi dari novel ini menjadi omong kosong belaka.
Kesalahan kedua, adalah masalah dokumen Kekristenan yang original. Dalam novel ini dikatakan bahwa dokumen kekristenan yang awal adalah Dead Sea scrolls dan Nag Hamadi scrolls. Apa yang salah dengan pernyataan ini? Saya kira bukan hanya salah tetapi menggelikan, karena Dead Sea Scrolls bukanlah dokumen kekristenan. Dokumen tersebut penting bagi orang kristen, tetapi merupakan gulungan milik orang jahudi. Gulungan ini milik Sekte Essene dan tidak ada dokumen tentang kekristenan dalam gulungan tersebut. Sementara Dokumen Nag Hamadi adalah adalah gulungan milik sekte gnostik yang ditemukan di Gurun Mesir pada tahun 1947. Yang paling penting untuk dicatat adalah, bahwa semua gulungan Nag Hamadi ditulis dalam bahasa Koptik. Bahasa ini adalah bahasa Mesir, dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dokumen keristenan berasal dari bahasa Greek, Ibrani dan Aramaik. Karena itu dokumen ini tidak mungkin merupakan document terawal dan sudah pasti merupakan terjemahan. Karena itu seperti klaim lainnya dalam novel ini bahwa Injil Gnostik, Injil Philip dan Injil Maria adalah dokumen terawal, kita bisa katakana bahwa klaim seperti ini bersifat esoteric. Tidak ada seorangpun pakar di dunia yang akan berani memberikan klaim bahwa Injil Gnostik adalah yang terawal. Ini jelas klaim yang menggelikan.
Kesalahan ketiga, adalah klaim bahwa Yesus adalah Tuhan berawal dari keputusan politik Konstantine yang memaksa semua gereja untuk menerima Konsili Nicea bahwa Yesus bukanlah sekedar Orang Bijak ataupun nabi Besar, tetapi Tuhan itu sendiri. Namun kalau kita melihat dokumen sekarah yang ada, Dokumen tertua dari Perjanjian Baru, yang berasal dari tahun 40-an AD adalah surat-surat Paulus. Menarik untuk dicatat karena dalam dokumen ini Yesus telah dipanggil sebagai LORD (Kurios, kl. 140 kali). Disamping itu Yesus disebut juga sebaga God Theos kl. 7 kali dalam seluruh Perjanjian Baru). Kepercayaan bahwa Yesus adalah Tuhan tidak muncul pada Konsili Nicea 325, tetapi sudah beredar sejak permulaan kekristenan. Meragukan hal ini bukanlah tanda kekritisan, tetapi masalah tidak memahami dokumen dari kekristenan abad pertama.
Kesalahan keempat, perkawinan Yesus dan Maria, dan adanya anak kecil keturunan Yesus didasarkan dari argument from silent. Masalahnya argumen seperti ini tidak punya dasar sama sekali, sebab silence hanya berarti bahwa tidak ada yang terjadi sama sekali. Dalam sebuah cuplikan dari Gospel of Mary ada catatan yang menjadi sumber spekulasi ini. Kutipan dari manuskrip tersebut berbunyi sebagai berikut,
"and the companion of the
Mary Magdalene
her more thanthe disciples
kiss her
on her..."
Banyaknya gap kosong dalam dokumen ini adalah karena dokumen ini ditemukan dalam keadaan yang rusak sehingga pakar harus mengisi kekosongan tersebut dengan hipotesa dan dugaan. Kalaupun dugaan akademis ingin dilakukan, dokumen ini hanya menggambarkan bahwa ada seseorang mencium Maria Magdalena. Hal ini tidaklah aneh, sebab dalam ajaran Gnostik, seseorang menyingkapkan secret knowledge dengan melakukan ciuman. Ini adalah salah satu ajaran penting Gnostik dimana orang diselamatkan dengan memahami secret knowledge yang secara mistis ditularkan melalui ekstasi, dan salah satu medianya adalah melalui ciuman. Jadi cuplikan diatas adalah mengenai ciuman untuk menularkan secret knowledge bukan soal kawin atau hubungan sex.
Kesalahan kelima, pandangan bahwa Yesus pastilah menikah karena semua orang jahudi abad pertama menikah. Masalahnya hal ini tidak akurat. Yohanes Pembabtis tidak menikah dan di Matius 19 Yesus mengajarkan bahwa adalah baik untuk tidak menikah demi kerajaan Allah. Banyak pakar berpandangan bahwa bagian pasal tersebut mengindikasikan Yesus tidak menikah dengan alasan yang sama yaitu demi kerajaan Allah. Sekte Essene bertahan kurang lebih 120-150 tahun dan sekte ini jelas menganut paham selibat. Jadi bukanlah hal yang asing di Judaism zaman Yesus untuk hidup dalam selibat.
Kesalahan keenam, didalam alkitab Yesus hanya digambarkan sebagai Orang Bijak ataupuan Nabi yang besar, bukan sebagai Tuhan. Kita lihat satu contoh, di bagian akhir 1Korintus 16, Paulus mengutip doa yang lazim digunakan oleh orang jahudi berbahasa Aramaik, "marana tha!" yang artinya datanglah Oh Tuhan! Kalau kita bisa bayangkan seorang Jahudi yang sangat kental Monotheismenya berdoa kepada Yesus mengatakan "datanglah oh Tuhan!" apa yang diindikasikan disini? Ini menunjukkan bahwa pengikut mula-mula dari Yesus telah percaya bahwa Yesus tidak mati, bahwa Dia berada di Surga dan bahwa Dia adalah Tuhan. Marana Tha adalah doa dari pengikut Yesus pertama yang berbahasa Aramaik, dan disini mereka telah meyembahNya sebagai Tuhan. Jadi sejak tahun 30-an Yesus telah dikenal sebagai Tuhan, ini bukanlah karangan gereja yang berasal dari tahun 300-an.
Kesalahan ketujuh, novel ini tidak mengklaim dirinya sebagai murni fiksi, tetapi justru berpretensi sebagai Historikal Novel. Karena itu novel ini bertanggungjawab dengan apa yang ditampilkannya sebagai sejarah. Jika dalam gambar DaVinci, orang yang bersandar di bahu Yesus bukanlah Yohanes tetapi Maria Magdalena, maka ini perlu di verifikasi melalui sejarah. Masalahnya adalah adanya tradisi sejarah bahwa murid yang dikasihi (Yohanes) selalu digambarkan sebagai seorang yang berkulit lembut, berwajah feminism dan berambut merah panjang. Ini bukanlah penggambaran seorang wanita, tetapi symbol dari identitas dirinya sebagai Rasul Kasih. Yang menarik bahwa teori Brown begitu mudah dipercaya oleh banyak orang, bahwa di gambar itu konon bukanlah Yohanes tetapi maria Magdalena (DaVincis Code), yang menggambarkan mentalitas modern yang demikian genit berideologi. Orang begitu mudah di goyang dengan slogan open-minded sehingga sulit membedakan mana fakta dan mana yang merupakan ilusi.
Akhirnya sebagai penutup, nasihat bijak dari seorang tua, "good to be open minded, but be careful, dont be too open-minded that all your brain will be poured out"
0 komentar:
Posting Komentar